ILMU
MANTIQ
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Seiring berjalannya
perkembangan ilmu logika dengan berbagai model, masing-masing ahli
ilmu logika ini mempunyai ciri has dalam mengembangkan fan ini. Ucapan
atau lafadz yang keluar sebagai alat percakapan untuk memahamkan lawan bicara
atau sebaliknya, adalah sangat bermacam macam. Semua itu karena
dilatarbelakangi dengan tujuan atau maksud orang yang berkata.
Dari sini, sangat
diperlukan pengelompokan ungkapan demi memilah dan memisahkan dari satu dengan
yang lain. Agar tidak terjadi salah pemahaman atau salah persepsi dari sebuah
ungkapan.
.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah
pembahasan-pembahasan Ilmu Mantiq?
2. Apa sajakah
lafadz-lafadz yang dibahas dalam Ilmu Mantiq?
3. Apakah bisa
macam-macam lafadz kulli?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui
sajakah pembahasan-pembahasan Ilmu Mantiq.
2. Untuk mengetahui
lafadz-lafadz yang dibahas dalam Ilmu Mantiq.
3. Untuk mengetahui
macam-macam lafadz kulli.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MABAHITS ILMU
AL-MANTIQ
1. Pengertian Mabahits
Ilmu Al-Mantiq
Pengertian Mabahits
Ilmu Al-Mantiq adalah beberapa materi yang dibahas dalam ilmu mantiq. Pada
dasarnya, pembahasan Ilmu Mantiq jika dilihat dari arti mantiq itu sendiri
tidak mempunyai patokan pembahasan kecuali retorika-retorika makna dalam
memahami makna sebuah ungkapan. Diantaranya, qoul syarih, hujjah dan tatacara
peletakan hujjah. Padahal,untuk memahami ungkapan tidak harus dengan sebuah
lafadz, akan tetapi makna itu sendiri. Namun, karena segala percakapan itu mayoritas
dengan ungkapan tatabahasa maka ahli mantiqpun ahirnya membagi pembahasan
mantiq ini dengan sub bab tertentu supaya mudah untuk memahami ilmu mantiq.[1]
2. Pembagian Pembahasan
Ilmu Mantiq
Oleh karena
pembahasan ilmu mantiq adalah beberapa pemahaman dan pemahaman itu sangat erat
kaitanya dengan lafadz, maka pembahasan Ilmu Mantiq bisa diklarifikasi pada
Qoul Syarih, Hujjah dan tatacara peletakan hujjah.[2]
a. Qoul Syarih
Qoul Syarih adalah
kata atau ungkapan yang jelas. Berangkat dari konsep tasawur, Ilmu Mantiq
membuat istilah qoul syareh untuk segala sesuatu yang mendatangkan pada tasawur.
Artinya sebuah ungkapan yang tidak menisbahkan dengan sifat atau sesuatu lain.
Seperti ketika kita mendengar orang bilang "gunung". Secara otomatis
ada persepsi dalam otak perihal pengertian gunung.[3]
b. Hujjah
Hujjah adalah
ungkapan yang mendatangkan pada tasdiiq, atau lebih dekenal dengan
argumentasi atau konsep pemikiran ketika mendengar sebuah perkataan. Jadi,
ketika kita mendengar ungkapan "Bahrudin buruk", maka akan secara
otomatis terkonsep dalam benak kita akan keburukan-keburukan Bahrudin dari segi
ahlaq atau dari segi fisik.[4]
c. Cara Mendatangkan
Makna
Kaifiyatu Tartibul
Makna atau cara mendatangkan makna yang berurutan agar mudah difahami
adalah cara kita untuk mendatangkan makna, agar sesuai dengan yang kita
kehendaki guna memahamkan pendengar atau muhotob.
B. MABAHITS AL-ALFADZ
Mabahits (مباحث) adalah bentuk jamak dari kata mufror
mabhastun (مبحث) yang berupa isim
makan (lafadz yang menunjukkan arti tempat) dengan arti tempat pembahasan.
Mabahitsul alfaadz (مباحث الألفاظ) ilmu mantiq adalah
beberapa tempat penelitian lafad-lafadz yang dibahas dalam ilmu mantiq, dari
segi lafadz itu sendiri, baik berupa lafadz yang bersusun, lafad yang berdiri
sendiri atau lafadzd yang menunjukkan makna ganda.[5]
Pada dasarnya,
kata-kata yang keluar dari mulut itu ada kalanya tidak punya makna (اللفظ المهمل) dan ada yang punya makna (اللفظ المستعمل).
1. Lafadz Muhmal
Lafadz Muhmal adalah
kata yang disepakati oleh ahli bahasa tidak mempunyai arti. Artinya, jika kata
itu dipakai berbicara, dalam perbincangan mereka tidak faham. Sedangkan yang
dimaksud ahli bahsa disini adalah pemakai bahasa itu sendiri atau orang yang sedang
berbincang-bincang itu. Maka walaupun lafadz yang mempunyai arti oleh ahli
bahasa lain bukan termasuk lafadz muhmal.[6]
Contoh kata "ulakdanung",
"ai lop piyu" ini adalah lafadz muhmal bagi
orang jawa, terutama orang jawa yang tidak faham dengan bahasa itu. Akan tetapi
tidak bagi orang inggris atau orang jawa gaul yang sudah faham dengan
istilah "ai lop piyu".
2. Lafadz Musta'mal
Lafadz musta'mal
adalah lafadz atau kata yang sudah disepakati ahli bahasa menunjukkan arti (اللفظ المستعمل). Artinya, selain lafadz muhmal itu adalah
lafadz mustakmal.[7]
Contoh kata "ai
lop piyu" diatas adalah kalimat mustakmal bila dipakai oleh orang
yang menggunakan bahasa inggris atau bagi orang jawa namun sudah sering memakai
istilah itu.
Para ahli mantiq,
membagi lafadz mustakmal ini menjadi dua bagian besar. Yakni, lafadz yang
tersusun (والمركّب) dan lafadz yang
berdiri sendiri (المفرد). Pembagian ini
dilihat dari susunan lafadz itu sebagai petunjuk dari makna yang terkandung
dari susunan itu sendiri.[8]
a. Lafad Murokab
Lafad murokab adalah
rangkaian suku kata, yang sebagian dari kata itu dapat menunjukkan makna dari
bagian makna rangkaian kata tersebut. Misalnya kata "perpustakaan
STAIN", "mahasiswa usuludin", "baru rajin" dan
lain-lain. Rangkaian kata "baru rajin" adalah susunan dari kata
"baru" (nama samaran) adalah nama orang dan kata "rajin"
mempunyai arti sendiri. Bagian makna dari kata "baru" dan
kata "rajin" ini menunjukkan rangkaian kata "baru
rajin".[9]
Berbeda dengan
rangkaian kata "Tulung~agung", "Ahmad Alwi", nama
salah satu mahasiswa Usuludin ini, tidak bisa dimasukkan dalam kategori lafadz
murokab walaupun berupa rangkaian duan suku kata. Sebab, rangkaian kata
"Ahmad Alwi" ini sudah menjadi nama seseorang, meskipun kata
"Ahmad" dan kata "Alwi" mempunyai makna sediri-sendiri,
akan tetapi makna ahmad tidaklah menunjukkan bagian tubuh seorang alwi.
Misalkan ahmad menujukkan tubuh alwi bagian kanan serta alwi menunjukkan makna
tubuh sebagian lainnya. Jadi, sangat jelas dapat dibedakan antara susunan kata
berupa "Baru rajin" dengan susunan "Ahmad Alwi".
Lafadz murokab ini
dibagi menjadi dua bagian, yakni
b. Lafad Mufrod
Lafadz mufrod adalah
lawan dari murokab. Artinya, sebagian dari kata itu tidak menunjukkan bagian
dari makna itu sendiri. Jadi, walaupun kata itu berupa susunan atau rangkaian
beberapa kata, bila bagian katanya tidak menunujukkan makna rangkaian tersebut
disebut kata mufrod. Misalnya kata "motor", maknanya adalah alat
transportasi. Kata "mo" tidak mempunyai makna sendiri, dan kata
"tor" juga tidak menunjukkan arti sendiri.
Perlu diketahui,
rangkaian kata yang menjadi tendensi murokab dan mufrodnya sebuah rangkaian
dalam ilmu mantiq ini adalah rangkaian makna dari sebuah kata, bukan rangkaian
kata seperti yang didefinisikan ahli tatabahasa.[10]
Lafadz mufrodz dibagi menjadi dua. Yakni, lafad mufrod juz'i (جُزْئِيٌّ) dan lafad mufrod kully (كُلِّيٌّ).[11]
1) Lafad Mufrod Juz'I (جُزْئِيٌّ)
Lafad mufrod juz'I
adalah lafadz mufrod yang tidak mungkin mencangkup beberapa unit. Tegasnya,
lafadz ini hanya mempunyai satu makna. Seperti kata "alwi" (nama
salah satu mahasiswa usuludin) ini tidaklah bisa diartikan unit lain kecuali
alwi itu sendiri. Hal ini terbukti ketika ada salah satu mahasiswa (teman alwi)
menyuruh temannya (alex) untuk memanggilkan alwi kedalam kelas "lex,
panggilkan alwi dan ajak dia kesini". Kemudian alex masuk ke dalam kelas
tidak bersama alwi melainkan membawa HPnya alwi. Padahal keduanya sama-sama
kenal dengan alwi. Dari sini, alex haruslah disalahkan. Sebab kata
"alwi" tidak berarti lain diri alwi itu sendiri , serta tidak bisa
diartikan bagian dari alwi.
2) Lafad Mufrod
Kully (كُلِّيٌّ)
Lafad Mufrod Kully
adalah kebalikan dari lafad mufrod juz'i. Yakni lafadz mufrod yang dapat
mencangkup beberapa unir arti yang menyatu. Artinya, jika lafad ini dipikirkan
lebih jauh, akan muncul beberapa unit atau cabangan yang bermakna didalamnya.
Seperti kata motor, padi, rokok dan lain-lain.[12]
Kata
"rokok" ini bila kita fikirkan lebih dalam, pasti muncul cabangan
dari rokok itu yang tidak bisa terhindarkan. Karena "rokok" ini ada
berupa rokok kretek, rokok filter dan lain sebagainya. Hal ini terbukti,
tatakala alwi membeli rokok di Alfamart, "Mas, saya beli rokok".
Secara otomatis, petugas Alfamart balik bertanya "Rokoknya apa mas? Rokok
Filter atau kretek". Dan pertanyaan petugas seperti ini
tidaklah bisa disalahkan. Sebab kata "rokok" ini adalah lafadz mufrod
yang masih banyak kemungkinan unitnya.
Lafad Mufrod Kully
terbagi menjadi tiga. Yaitu Lafad Mufrod Kully dzati, Lafad Mufrod Kully
'aridli dan Lafad Mufrod Kully wasithoh.[13]
a) Lafad Mufrod Kully
dzati
Lafad Mufrod Kully
dzati adalah jika arti dari sebuah kata kulli itu termasuk dalam hakikat
juz'inya secara melekat. Misalnya kata "ikan",
"buah" dan lain-lain. Kata "buah" mempunyai unit
berupa kata rambutan, pisang, anggur dan lain lain. Hakikat dari pisang adalah
buah, rambutan adalah buah, anggur juga buah. Jadi ketiganya bisa disebut buah.
Hal ini terbukti ketika luna maya memesan anggur satu ons di toko buah milik
pak Nazril. Kemudian, selang beberapa saat adik luna maya (Tukul Arwana) datang
mengambil anggur yang dipesan oleh luna maya, " pak,, saya mau ambil buahnya
luna". Disini tukul arwana memakai Lafad Mufrod Kully dzati dari anggurnya
luna maya.[14]
b) Lafad Mufrod Kully
'aridli
Lafad Mufrod Kully 'aridli
adalah jika arti dari sebuah kata kulli itu bukan termasuk dalam hakikat
juz'inya secara melekat. Misalnya kata presiden, gubernur, dan lain sebagainya.
Jika kata presiden ini dinisbatkan kepada bapak susilo bambang yudoyono maka
hakikat kata presiden bukanlah SBY. Meskipun pak sby bisa disebut dengan
presiden. Hal ini terbukti pak sby tidak bisa disebut presiden mana kala sudah
lenser dari istana Negara (pensiun).
Berbeda lagi bila
istilah "hewan" dinisbatkan kepada pak SBY. Kata hewan bagi pak sby adalah
Lafad Mufrod Kully dzati. Sebab mulai SBY lahir setatus hewan sudah melekat dan
terus sampai mati bisa disebut SBY adalah hewan.
c) Lafad Mufrod Kully
wasithoh
Lafad Mufrod Kully
wasithoh adalah ketika ada lafadz kuli yang bukan Lafad Mufrod Kully dzati atau
Lafad Mufrod Kully 'aridli. Dengan kata lain, Kully wasithoh adalah lafadz
kulli yang mempunyai dua nisbat yang hakikat. Misalnya, kata manusia ini
mempunyai dua hakikat. Yakni, manusia sebagai hewan (hayawaniyyah) dan manusia
mahluk yang berakal (nathiqiyyah). [15]
C. MACAM-MACAM LAFADZ
KULLI
Sesuai dengan
definisi serta pembagian lafad kulli diatas, bisa ditarik kesimpulan lafadz
kully adalah lafadz yang masih mempunyai unit atau bagian yang tak terelakkan.
Lafadz kulli bisa
dibagi menjadi lima macam lafadz. Yakni, Kulli Jinis, Kulli Fasal, Kulli Nau',
Kulli Arodh dan Kulli Khos.
1. Kulli Jinis
Kulli jinis adalah
lafadz Kulli yang mempunyai beberapa jenis, hakikat yang berbeda, dan ketika
terdapat persaman, kulli itu patut digunakan sebagai jawaban dari sebuah
pertanyaan. Misalnya kata kendaraan, dengan kata ini kita bisa menyebutkan
beberapa unit dari kendaraan itu sendiri, yakni mobil, motor oplet, dan lain
sebagainya. Sebab, mobilpada hakkatnya adalah sebuah kendaraan. Motor dan oplet
juga sebuah kendaraan.[16]
Kata kendaraan inipun
juga bisa dipakai untuk menjawab pertanyaan yang menayakan unitnya. Contoh,
ketika Bahrudi ditanya Justin Bieber tentang oplet. "Rud, becak dan ontel
itu apa?" Bahrudi cukup menjawab dengan lafad kullyna dari kata becak.
"becak adalah kendaraan, ontel juga sebuah kendaraan". Jawaban ini
sudah mewakili dari definisi unit kendaraan seperti becak, otel dan lain
sebagainya.
Jadi, kendaraan ini
adalah kully dari jinis motor, mobil, becak, dan lain lian yang semuanya pada
hakikatnya berbeda namun punya kesamaan definisi kendaraan.
Lafadz Kulli jinis
ini bisa dibagi menjadi tiga yakni:[17]
a. Jenis Qorib
Jenis qorib adalah
Jenis yang mana dibawahnya tidak ada jenis lagi. Yang ada hanyalah nau'.
Misalnya lafadz "Hewan" dibawahnya tidak ada lagi jenis dari hewan,
yang ada hanya nau'nya seperti manusia, kerbau kera.
b. Jenis Ba'id
Jenis ba'id jenis
yang dibawahnya masih ada jenis lagi namun diatas jenis itu sudah tidak
terdapat jenis lagi. Misalnya kata jauhar atau dzat. Diatas kata jauhar tidak
ada lagi jenisnya. Akantetapi dibawahnya masih ada jenisnya seperti jisim,
jisim yang berkembang, dan hewan.
Jenis ba'id ini masih
bisa dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Yakni:
a) Satu Tingkatan
Contohnya adalah kata
"benda yang berkembang" ini termasuk jenis yang jauh bila dinisbatkan
kepada manusia dengan satu peringkat yakni jenis hewan.
b) Dua Tingkatan
Contohnya adalah kata
"jisim" ini termasuk jenis yang jauh dengan selisih dua tingkatan
bila dinisbatkan dengan kata manusia. Dua tingkatan itu adalah hewan dan
manusia.
c) Tiga Tingkatan
Contohnya adalah kata
"dzat" ini termasuk jenis yang jauh dengan selisih tiga tingkatan
bila dinisbatkan dengan kata manusia. Tiga tingkatan itu adalah jisim, hewan
dan manusia.
c. Jenis Mutawasit
Jenis Mutawasit atau
wasath adalah jenis yang mana diatas dan di bawahnya masih ada lagi jenisnya.
Seperti kata "an-Nami'", ini masih punya jenis diatanya berupa kata
jauhar dan masih punya jenis dibawahnya berupa hewan.
2. Kulli fasal
Kulli fasal adalah
yaitu sebagian dari sebuah benda, dzat atau wujud yang sebagian itu menunujkkan
kehususan benda tersebut. Karena dengan bagianitu bisa membedakan dengan
perkara lain. Serta pantas dipakai jawaban untuk sebuah pertanyaan terhadap
bendanya.[18]
Contoh kata
"berakal", ini adalah bagian dari wujud kehususan manusia dari hewan
lainnya. Sebab manusia termasuk bagian dari hayawan. Serta kata berfikir ini
dapat dijadikan sebagai sebuah jawaban dari pertanyaan perihal apa hakikat
manusia. Hal ini dikarenakan hanya manusia yang dapat berfikir (hayawan
berakal).
Kulli fasal dibagi
menjadi dua, kulli fasal ba'id dan kulli fasal qorib.
a. kulli fasal ba'id
seperti contoh diatas, kata "berakal" untuk jenis manusia.
b. kulli fasal qorib
seperti kata "berperasaan" untuk jenis manusia.
3. Kulli 'arodl
Kulli 'arodl adalah
lafadz kulliyang keluar dari hakikat dzat, wujud benda, benda yang dapat
dipersesuaikan dengan hakikat wujud itu, daisamping itu juga dapat
disesuaikan dengan yang lain.[19]
Contoh kata bernafas,
bagi manusia bernafas jelas bukan hakikat dari definisi manusia sebab hakikat
manusia adalah hewan yang dapat berfikir dan bukan hewan yang bisa bernafas.
Namun, kata bernafas tentu bisa disandarkan kepada manusia. Hal ini terbukti
ketika definisi hewan bernafas adalah bukan manusia saja, karena semua hewan
pasti bernafas.
4. Kulli nau'
Kulli nau' adalah
kulli yang mempunyai beberapa hakikat yang sama dan patut dipakai sebuah
jawaban dari pertanyaan perihal benda itu sendiri.[20]
Contoh perkataan
"manusia" ini mempunyai beberapa hakikat yang sesuai, yakni ngatiyem,
bejo, suratmi dan lain-lain. Yang semuanya mempunyai hakikat yang sama yakni
hewan yang berakal. Serta bisa dipakai jawaban dari sebuah pertanyaan "
apa definisi dari ngatiyem, bejo, suratmi?" kemudian dijawab "
ngatiyem, bejo, suratmi itu adalah manusia". Jawaban ini tentu benar dan
sudah bisa mewakili dari hakikat ngatiyem, bejo dan suratmi.
5. Kulli khos
Kulli khos adalah
lafad kulli yang di luar dzat,akan tetapi tertentu atau husus dari dzat itu
sendiri. Seperti kata "tertawa" bagi manusia adalah hakikat diluar
manusia. Namun tertawa adalah perkara yang husus dimiliki oleh manusia karna selain
manusia tidak dibisa tertawa.[21]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
dasrnya, materi yang ada di dalam pembahsan ilmu mantiq bukan lah tata bahasa,
akan tetapi makna-makna yang terkandung dari sebuah ucapan. Makna dari ucapan
itu akan dicerna dalam otak untuk membantu memahami hakikat yang sebenarnya.
Jadi, ilmu mantiq untuk membentengi sekaligus manjaga dari pemahaman yang
salah. Karena memahami sebuah ucapan, dan ucapan sangatlah bermacam-macam
model. Maka ahli ilmu mantiq mengklarifikasi ucapan seperti gambar di bawah
ini.
1. Mabahis
Alfadz
|
2.
|
Macam
Lafadz Kulli
|
B. Saran Kajian
Kajian ilmiah
ini masih sangat umum dan sederhana, artinya belum memasukkan
detailnya perincian dari cabangan dari masing-masing
lafadz dan belum mencantumkan beberpa perbedan pendapat ahli ilmu mantiq. Oleh karena itu,
alangkah lebih sempurna bila dibahas pula hal-hal yang menyangkut perbedan
pendapat ahli ilmu mantiq serta pola pikir para pakar dalam memahami lafad
percakapan secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Blitary, Muhammad
Jazuli. Tt. Taqrirat As-Sulam Munawwaroq Fi Ilmi Al-Mantiq. Ngunut:
Hidayatul Mubtadi-Ien.
Al-Thusy, Abu Hamid
Muhammad Bin Muhammad Al-Ghozali. 1997. Al-Musytasfa Fi Ilmi Usul
Bi Muqodimat Ilmi Mantiq. Bairut: Mu'assisatu Ar-Risalah.
As-Sanqithy, Muhammad
Amin Bin Al-Muhtar. Tt. Fan Al-Mantiq. Maktabah Tsamilah: Versi
20.000.
As-Syina'ani, Muhammad
Bin Isma'il. 1986. Ijabatu Al-Sa'il Syarh. Bughyah,.
Bairut: Mu'assisatu Ar-Risalah.
Al-Qurtuby, Abu
Muhammad Ali Bin Ahmad Bin Hazm Al-Andalusi. 1900. Al-Taqrib
Lihaddi Al-Mantiq. Bairut: Dar Al-Maktabah.
Al-Akhdloriy, Abu
Zaid Abdurrohman Bin Muhammad As-Syoghir. Tt. Matan As-Sulam
Al-Munawaroq. Maktabah Al-Tsamilah.
Al-Qorofy, Sihabuddin
Ahmad Bin Idris As-Sonhaji. Tt. Syarhu Tanqihul Qoul. Maktabah
Tsamilah: Versi 20.000.
[1] Muhammad Jazuli
Al-Blitary, Taqrirat As-Sulam Munawwaroq Fi Ilmi Al-Mantiq,
(Ngunut: Hidayatul Mubtadi-Ien, tt), hlm: 13. Lihat: اعلام ان المنتق من حيث هو منطقي لا بحث له الا على المعاني
[2] Ibid.,,,
[3] Abu Hamid Muhammad Bin
Muhammad Al-Ghozali Al-Thusy, Al-Musytasfa Fi Ilmi Usul Bi Muqodimat
Ilmi Mantiq, (Bairut: Mu'assisatu Ar-Risalah, 1997), hlm: 66. Lihat: قول شارح لماهية الشيء مصور كنه حقيقته في ذهن السائل
[4] Ibid.,,,
[5] Muhammad Amin Bin
Al-Muhtar As-Sanqithy, Fan Al-Mantiq, (Maktabah Tsamilah: Versi
20.000, tt), hlm:13. Lihat: هو الفحص
والتفتيش عن الألفاظ من حيث التركيب والإِفراد ، ونحو ذلك كالكلية والجزئية
[6] Muhammad Bin Isma'il
As-Syina'ani, Ijabatu Al-Sa'il Syarhu Bughyah, (Bairut: Mu'assisatu
Ar-Risalah, 1986), hlm: 262. Lihat: بالكلمة
المستعملة بما وضعت له في اصطلاح التخاطب
[7] Ibid.,,,
[8] Abu Muhammad Ali Bin
Ahmad Bin Hazm Al-Andalusi Al-Qurtuby, Al-Taqrib Lihaddi Al-Mantiq,
(Bairut: Dar Al-Maktabah, 1900), hlm: 38. Lihat: أن الكلام ينقسم
قسمين: مفرد ومركب،
[9] Ibid.,,,
[10] Muhammad Jazuli
Al-Blitary, Taqrirat As-Sulam Munawwaroq ,… hlm: 13.
Lihat: ولا عبرة بما يعرض لهما من اشتراك اللفظي
[11] Abu Zaid Abdurrohman
Bin Muhammad As-Syoghir Al-Akhdloriy, Matan As-Sulam Al-Munawaroq,
(Maktabah Al-Tsamilah, tt) hlm: 2. Lihat: وَهْوَ عَلى
قِسْمَيْنِ أَعْني المُفْرَدا... كُلِّيٌّ أَوْ جُزْئِيٌّ حَيْثُ وُجِدا
[12] Muhammad Amin Bin
Al-Muhtar As-Sanqithy, Fan Al-Mantiq, (Maktabah Tsamilah: Versi
20.000, tt), hlm:13. Lihat: أن المفرد بالاصطلاح
المذكور هنا ينقسم إلى قسمين
[13] Muhammad Jazuli
Al-Blitary, Taqrirat As-Sulam ,…, hlm: 14.
[14] Ibid.,, hlm: 14.
Lihat: يسمى بالكلي الذاتي
[15] Ibid.,,,
[16] Sihabuddin Ahmad Bin
Idris As-Sonhaji Al-Qorofy, Syarhu Tanqihul Qoul, (Maktabah
Tsamilah: Versi 20.000, tt), hlm:13. Lihat: الكلي الخارج عن
الماهية
[17] Muhammad Jazuli
Al-Blitary, Taqrirat As-Sulam Munawwaroq,…hlm: 13. Lihat: جنس ثلاثة اقسام
[18] Ibid.,,,hlm: 13
[19] Ibid.,,,hlm: 13
[20] Ibid.,,,hlm: 13
[21] Ibid.,,,hlm: 14