AGAMA BAHA'I
BAB
I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang Masalah
Agama sebagai pedoman
hidup manusia digunakan untuk memahami dirinya dan lingkungannya yang merupakan
dasar utama kebudayaan, sehingga sangat sulit bagi manusia untuk meninggalkan
agamanya. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk menghalangi seseorang untuk
mengamalkan ajaran agamanya menjadi sia-sia. Hal inilah yang dilakukan oleh
pemerintah pada masa lalu yang mencoba melarang berbagai agama yang dianggap
menghalangi lajunya revolusi dan pembangunan. Setelah era reformasi, terbukalah
pintu kebebasan bagi masyarakat. Sehingga mereka berani untuk mengekspresikan
dirinya kembali setelah terpuruk pada masa lalu. Fenomena paling menarik di era
reformasi ini adalah munculnya kembali berbagai kelompok dan aliran keagamaan yang
selama Orde Lama dan Orde Baru tidak menampakkan dirinya (tiarap) karena adanya
kebijakan Negara yang sangat kuatdalam menjaga harmoni sosial. Diantara agama yang
pada masa lalu dilarang oleh pemerintah, sekarang menunjukkan eksistensinya
kembali adalah agama Baha’i. Mereka menuntut untuk diperlakukan sama dengan
agama-agama lainnya, karena merasa dijamin oleh UUD 1945.[1]
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dipaparkan mengenai agama Baha’i serta fenomena-fenomena yang ada dalam agama tersebut.
- B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakteristik dari Agama
Baha’i ?
2. Apasajakah fenomena-fenomena keagamaan
yang ada pada agama Baha’i ?
- C. Tujuan Pembahasan
1. Bagaimanakah karakteristik dari Agama
Baha’i ?
2. Apasajakah fenomena-fenomena keagamaan
yang ada pada agama Baha’i ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Agama Baha’i
1. Asal-usul Agama Baha’i
a) Agama Baha’i di Dunia Internasional
Agama
Baha’i lahir pada tahun 1844 di Persia. Nama Baha’i diambil dari nama
pembawanya yaitu Mirza Husein bin Ali yang bergelar “Baha’ullah” yang
berarti “Kemuliaan Allah” yang lahir di Teheran tahun 1817. Agama ini
pada mulanya berpusat di Teheran dari tahun 1844 hingga tahun 1921, kemudian
pada masa Shoghi Effendi memegang tampuk pimpinan Baha’i, pusatnya dipindahkan
ke Haifa Israel hingga sekarang. The Baha’i International Community menduduki
House of Justice di Haifa. Pada tahun 1950 , The Baha’i International
Community menjadi anggota government dari PBB dengan status sebagai
konsultan di Dewan Ekonomi dan Sosial.[2]
Agama
ini bukan merupakan salah satu firqah atau madzhab dari Iskam, Kristen, Yahudi,
dan yang lainnya, tetapi agama ini dipandang sebagai penerus agama Islam,
Kristen, Yahudi. Meskipun pada awal pertumbuhannya Baha’i merupakan aliran atau
firqah dalam Islam. Agama Baha’i ini mengakui adanya Nabi dan Rasul dari Adam
hingga Muhammad yang pernah menerima wahyu dari Allah. Namun, menurut pandangan
agama Baha’i, agama dan Rasul tersebut hanya berlaku untuk masanya saja dan
sekarang sudah ada agama baru. Maka, agama dan rasul tersebut hanya berlaku untuk
masanya saja, dan sekarang sudah ada agama baru, maka agama dan Rasul
sebelumnya sudah tidak berlaku lagi. Mereka pun berkeyakinan bahwa agama
Baha’ilah agama yang abadi hingga akhir zaman.
Agama
Baha’i ini telah menyebar dan memiliki perwakian di 135 negara dan 1128 wilayah
penting di seluruh dunia. Baha’i merupakan agama yang berkembang terus dan
menarik baik dari kalangan muda maupun dewasa. Dewasa ini ada 5 buah rumah
ibadah agama Baha’i yang berupa temple seperti di Frankfut, Sidney, Kampala,
Wilmet (AS), dan Panama. Rumah ibadah lainnya sedang dibangun di India dan
Samoa.[3]
Adapun tokoh-tokoh agama
Baha’i, yakni:
1) El Bab (1819-1850), sebagai nabi pertama
yang lahir di Shirez (Iran). Pada tahun 1844, El Bab memproklamirkan dirinya
sebagai utusan Tuhan dan menganggap dirinya sebagai nabi terbesar, di mana
kedatangannya hendak menyempurnakan tugas kenabian dari agama-agama besar
sebelumnya. Akibat dari pengakuan dan ajarannya itu El Bab dihukum gantung oleh
Khalifah diwilayah Persia tahun 1850.
2) Baha’ullah (1817-1892), merupakan salah
seorang pengikut El Bab dan nabi pengganti El Bab dan sekaligus menetapkan
lahirnya agama Baha’i. Dia juga mengaku sebagai utusan Tuhan universal untuk
seluruh alam, pada tahun 1852 ia ditangkap dan dipenjarakan di Teheran. Namun,
setelah ia dibebaskan, ia pun mengulangi keslahannya untuk yang kedua kalinya.
Sehingga, ia pun ditangkap dan dipenjarakan lagi di Dekka (Turki) sampai ia
meninggal tahun 1892.
3) Abdul Baha (1844- 1921), ia adalah putra
Baha’ullah yang diangkat sebagai penterjemah ajaran-ajarannya dan menjadi
petunjuk bagi para muri-muridnya. Abdul Baha’ mengembangkan ajarannya dengan
melakukan perjalanan ke Eropa, Mesir, Amerika Serikat, dan Kanada. Ia berbicara
di gereja-gereja, universitasdan kelompok-kelompok ilmuwan di berbagai Negara.
4) Shogi Effendi (1882-1957), ia merupakan
cucu dari Abdul Baha, yang kemudian menjadi penjaga kepercayaan Baha’i setelah
Baha’ullah meninggal. Pada masanya ini dikembangkan peraturan administrasi bagi
kepercayaan Baha’i. Sepeninggal Shoghi Effendi ini, Baha’i ini dikendalikan
oleh Badan Administrasi Tinggi yang sering disebut dengan La Casa Universale de
Justice / Rumah Universal Keadilan.[4]
b) Agama Baha’i di Indonesia
Di
Indonesia, agama Baha’i mulai menanamkan pengaruhnya pada tahun 1954 bahkan
menurut sebagian informasi, agama ini masuk sebelum tahun1954 M.[5]
Baha’i masuk ke
Indonesia sekitar tahun
1878, dibawa oleh dua orang pedagang dari Persia dan Turki, yaitu Jamal
Effendi dan Mustafa Rumi. Dalam situs resmi agama Baha'i di Indonesia,
dijelaskan, agama Baha’i adalah agama yang independen dan bersifat universal,
bukan sekte dari agama lain.[6]
Pada mulanya agama Baha’i ini merupakan kepercayaan
perorangan, kemudian membentuk komunitas-komunitas di berbagai wilayah di Indonesia.
Wilayah yang sudah terdapat komunitas Baha’inya adalah Klaten, Bojonegoro,
Ponorogo, Sulawesi Selatan, Tulungagung, Rembang, Sigli, Meulaboh, Jakarta,
Banyuwangi, Madiun, Bali, dan Sumatra Barat.[7]
Agama
Baha’i setelah muncul di Indonesia dan menanamkan pengaruhnya tahun 1954 M,
terus melakukan rekrutmen anggota diberbagai wilayah di seluruh Indonesia,
mulai dari tanah Rencong Aceh hingga tanah Badik di Sulawesi. Salah satu
wilayah yang menjadi sasarannya itua adalah kabupaten Tulungagung yang mulai
menanamkan pengaruhnya pada tahun 1975, dan merembet di Kecamatan Kedungwaru,
khususnya Desa Ringinpitu pada tahun 1988.
Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa pada tahun 1998 M menurut penuturan Sekretaris
Desa, masyarakat Desa Ringinpitu adalah penganut aliran kepercayaan.
Sebagaimana biasanya, para penganut aliran kepercayaan tidak perduli terhadap
agama yang dianut oleh seseorang, yang penting menjaga kerukunan dan harmoni
dalam kehidupan sosial. Bagi penganut aliran kepercayaan, semua agama itu
adalah baik dan benar, tidak ada agama yang jelek dan salah, karena semua agama
mengajarkan kebaikan dan kebenaran.[8]
2. Ajaran Agama Baha’i
Agama
Baha’i merupakan agama independent yang mempercayai Husein bin Ali bergelar
Baha’ullah sebagai nabi terakhir setelah kenabian Muhammad saw. Agama Baha’i
ini juga memiliki kitab suci sendiri yang bernama Aqdas…Temapat ibadahnya
disebut “Mazriqul Azkar” yang berfungsi sebagai tempat berdoa. Selain itu
kiblat dalam sembahyangnya bukanlah Ka’bah di Mekkah Al-Mukarramah, melainkan
di sebuah gunung di Haifa Palestina. Agama Baha’i hanya mewajibkan ibadah bagi
pengikutnya sekali dalam sehari, serta dalam menentukan hitungan bulan, mereka
menentukan hitungannya berjumlah 19 bulan dalam setahun, hal ini sesuai dengan ikuinek
(penanggalan agama Baha’i), sedangkan sisa dari hitungan bulan tersebut
digunakan untuk saat membayar zakat. Pada saat itu pula mereka mengadakan
pertemuan silaturrahmi bagi para pengikut agama Baha’i.
Dalam
menentukan waktu ibadah maupun hari raya agama Baha’i menggolongkannya menjadi
tiga, yaitu: a) Ibadah pendek, yaitu pelaksanaan ibadah yang dimulai dari
keluarnya matahari hingga tenggelamnya matahari dengan waktu tidak ditentukan;
b) Ibadah sedang, yaitu ibadah yang dilaksanakan sebanyak satu kali dalam satu
hari dengan dibebaskannya memilih waktu antara pagi, siang, dan sore; c) Ibadah
panjang, yaitu ibadah yang dilakukan dalam waktu 24 jam dan dibebaskan untuk
memilih waktu yang tepat dalam pelaksanaannya.
Agama
ini juga memiliki hari raya sendiri yang disebut dengan Naw Rus yang jatuh pada
tanggal 21 Maret. Penetapan ini berdasarkan sinar matahari yang tepat pada
poros bumi di Katulistiwa, serta menjadi kemulyaan Allah bagi kaum Baha’ullah
untuk mempersatukan umat manusia tanpa membedakan ras, suku, agama, dan
bersifat universal. Pelaksanaan hari raya tidak di masjid atau di lapangan
tetapi dilaksanakan dalam bentuk saling silaturrahmi. Tempat ibadah Masriqul
Azkar di Palestina hanyalah simbol keagungan agama Baha’i.
Ajaran
agama Baha’i ini tidak mempercayai akan adanya kiamat kubro, tetapi mempercayai
kiamat sugra yaitu pergantian nabi sejak nabi Adam sampai M. Husein bin Ali
sebagai penerima wahyu setelah nabi Muhammad.[9] Kepercayaan dasar ajaran Baha’i
adalah kesatuan di seluruh dunia, yang meliputi keharmonisan seluruh agama,
masyarakat, dan manusia itu sendiri. Baha’i percaya pada satu Tuhan yang
bermanifestasi dalam berbagai bentuk sehingga menghasilkan sejumlah agama yang
berbeda. Meskipun setiap agama memiliki konsep yang berbeda tentang Tuhan,
Baha’i menganggap perbedaan ini hanya disebabkan oleh latar belakang sosial dan
budaya yang berbeda. Baha’i meyakini adanya satu Tuhan dan bahwa semua agama
besar di dunia mengimani satu Tuhan yang sama. Ajaran Baha’i berfokus pada
isu-isu sosial dan etika, seperti kesetaraan gender, penghapusan segala bentuk
prasangka buruk, kebutuhan untuk pendidikan universal, dan penghapusan jurang
kaya dan miskin. Sementara mempelajari teks agama dan berdoa tetap dianjurkan,
melakukan pekerjaan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebagai
bentuk ibadah yang lebih tinggi.[10]
B. Fenomena-fenomena Agama Baha’i
Fenomenologi
secara harfiah berarti pelajaran mengenai gejala-gejala. Istilah ini mula-mula
dipakai dalam ilmu filsafat pada pertengahan kedua abad ke 18, dirintis oleh
Kant dan Fries. Mereka mempergunakan istilah itu sebagai pelajaran filsafat
yang memusatkan perhatiannya pada peninjauan gejala-gejala.[11]
Berkaitan dengan masalah fenomenologi, lebih tepatnya tentang fenomenologi
agama, berikut akan
di paparkan gambaran fenomenologi agama yang terdapat dalam ajaran dan
ritual-ritual ibadah yang dilakukan oleh para penganut agama Baha’i. Berikut
ini beberapa ajaran dan ritual agama Baha’i:
- Kaum Baha’i melakukan puasa selama 19 hari sebelum
merayakan Hari Raya Naurus yang jatuh setiap 21 Maret. Puasa
dipandang sebagai periode persiapan spiritual dan regenerasi untuk tahun
baru di depan. Dalam kalender Barat, periode ini terjadi antara tanggal 2
dan 21 Maret.
- Bahaullah merekomendasikan bahwa umat Baha’i harus
bermeditasi setiap hari, berpikir tentang apa yang mereka lakukan pada
siang hari dan pada apa tindakan mereka yang layak. Baha’i percaya, bahwa
melalui meditasi pintu pengetahuan yang lebih dalam dan inspirasi dapat
dibuka, tetapi mereka menghindari takhayul dalam meditasi.
- Baha’i tidak menerima syariat zakat, yang menurut
penilaian mereka sebagai perbuatan boros. Karenanya, dalam setiap acara
kegiatan sosial, kendurian misalnya, mereka memilih mengundang sedikit
orang, dengan alasan tidak melakukan pemborosan.
- Dalam Baha’i ada ketentuan sembahyang wajib.
Bahá’u’lláh membuat doa sehari-hari pribadi kewajiban agama bagi semua
Baha’i dari usia 15 ke atas. Setiap hari, salah satu dari tiga sembahyang
wajib harus dikatakan:Doa pendek dibacakan sekali setiap 24 jam antara
siang dan matahari terbenam; Doa menengah diucapkan tiga kali sehari, di
pagi hari, pada siang hari dan di malam hari; Doa panjang yang harus
dibacakan sekali dalam setiap 24 jam setiap saat – idealnya ketika dalam
keadaan kagum dan hormat.
- Wudhu harus dilakukan sebelum sembahyang wajib. Doa
dilakukan di tempat yang bersih, dan menghadap ke arah kuil Bahaullah.
Hanya mereka yang sakit atau tua (lebih dari 70) dibebaskan dan mereka
mungkin malah membacakan ayat tertentu dari kitab suci mereka 95 kali
selama periode 24-jam
- Dalam sembahyangnya, Baha’i berkiblat ke Gunung Karmel
atau Karamel di Israel.
- Baha’i tidak mengenal adanya sembayang wajib yang harus
dilakukan secara berjamaah. Pengecualiannya adalah sembayang wajib yang
dilakukan secara berjamaah untuk jenazah. Jadi, hanya jenazah saja yang
wajib disembahyangkan secara berjamaah.
- Tahun Baha’i terdiri dari 19 bulan yang masing-masing
19 hari (361 hari), dengan penambahan “hari-hari kabisat” antara bulan
kedelapan belas dan kesembilan belas untuk menyesuaikan kalender dengan
tahun matahari. Bulan yang bernama setelah sifat-sifat Allah.[12]
- Hari-hari Suci Baha’i:Hari raya Sembilan belas,
Naw-Ruz, Deklarasi dari Bab, Hari Raya Ridwan, Lahirnya Bab, Hari Lahir
Bahaullah, Kenaikan Bab, Wafatnya Bahaullah.[13]
- Perkawinan Bahá’í adalah
bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Tujuannya terutama
bersifat rohani dan adalah demi keselarasan, persahabatan, dan persatuan
pasangan itu. Ajaran Bahá’í menyebutkan perkawinan sebagai benteng
kesejahteraan dan keselamatan dan menempatkan lembaga keluarga sebagai
pondasi struktur masyarakat manusia. Upacara pernikahan Bahá’í sangat
sederhana, yakni dengan adanya kewajiban membacakan ayat dari Kitáb-i-Aqdas
yang dibacakan oleh mempelai pria dan mempelai wanita, di depan dua orang
saksi, yang isinya: "Kita semua, sesungguhnya, tunduk akan Kehendak
Tuhan."
- Pada awal tiap bulan Bahá’í, ada
pertemuan seluruh masyarakat setempat yang namanya “selamatan sembilan
belas hari”. Di samping bertujuan berdoa bersama dan sosial, selamatan
sembilan belas hari itu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
berinteraksi dengan Majelis Rohani Setempat, untuk mengajukan usulan dan
bermusyawarah bersama.[14]
BAB III
KESIMPULAN
Agama
Baha’i lahir pada tahun 1844 di Persia. Nama Baha’i diambil dari nama
pembawanya yaitu Mirza Husein bin Ali yang bergelar “Baha’ullah” yang
berarti “Kemuliaan Allah” yang lahir di Teheran tahun 1817. Agama ini
pada mulanya berpusat di Teheran dari tahun 1844 hingga tahun 1921, kemudian
pada masa Shoghi Effendi memegang tampuk pimpinan Baha’i, pusatnya dipindahkan
ke Haifa Israel hingga sekarang. Agama ini bukan merupakan salah satu firqah
atau madzhab dari Islam, Kristen, Yahudi, dan yang lainnya, tetapi agama ini
dipandang sebagai penerus agama Islam, Kristen, Yahudi.
Sedangkan ritual-ritual keagamaan
mereka yakni; Kaum Baha’i melakukan puasa selama 19 hari sebelum merayakan Hari
Raya Naurus yang jatuh setiap 21 Maret. Kemudian Bahaullah merekomendasikan
bahwa umat Baha’i harus bermeditasi setiap hari, berpikir tentang apa yang
mereka lakukan pada siang hari dan pada apa tindakan mereka yang layak. Baha’i
tidak menerima syariat zakat, yang menurut penilaian mereka sebagai perbuatan
boros. Dalam Baha’i ada ketentuan sembahyang wajib. Bahá’u’lláh membuat doa
sehari-hari pribadi kewajiban agama bagi semua Baha’i dari usia 15 ke atas.
Dalam sembahyangnya, Baha’i berkiblat ke Gunung Karmel atau Karamel di Israel. Baha’i
tidak mengenal adanya sembayang wajib yang harus dilakukan secara berjamaah.
Pengecualiannya adalah sembayang wajib yang dilakukan secara berjamaah untuk
jenazah. Iman Baha’i tidak memiliki pendeta atau sakramen, dan hampir tidak ada
ritual. Hari-hari Suci Baha’i: Hari raya Sembilan belas, Naw-Ruz, Deklarasi
dari Bab, Hari Raya Ridwan, Lahirnya Bab, Hari Lahir Bahaullah, Kenaikan Bab, Wafatnya
Bahaullah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Syamsuddin. 1984. Fenomenologi Agama. Jakarta: Proyek Pembinaan
Prasarana dan Sarana IAIN Jakarta
Badan
Litbang dan Diktat Kementerian Agama. Aliran-aliran Keagamaan Aktual di
Indonesia, Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press
http://www.amazine.co/24802/apa-itu-bahai-fakta-sejarah-informasi-lainnya/
http://id.wikipedia.org/wiki/Baha%27i
http://nyatnyut.com/2014/07/27/seperti-inilah-ajaranritual-agama-bahai/
http://www.dakta.com/2014/09/ini-dia-paham-agama-bahai/
[1]Badan Litbang dan Diktat
Kementerian Agama, Aliran-aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, (Jakarta:
Maloho Jaya Abadi Press, 2010), hlm. 1
[2]Badan Litbang dan Diktat
Kementerian Agama, Aliran-aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, (Jakarta:
Maloho Jaya Abadi Press, 2010), hlm. 25-26
[3]Ibid…, hlm. 26-27
[4]Ibid…, hlm. 27-28
[5]Ibid…, hlm. 28
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Baha%27i,
di akses tanggal 05-12-2014, pukul: 08.58
[7]Badan Litbang dan Diktat
Kementerian Agama, Aliran-aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, (Jakarta:
Maloho Jaya Abadi Press, 2010), hlm. 27
[8] Ibid…, hlm.
28-29
[9]Ibid…, hlm. 31-33
[10] http://www.amazine.co/24802/apa-itu-bahai-fakta-sejarah-informasi-lainnya/,
di akses tanggal: 04-12-2014, pukul: 15.50
[11] Syamsuddin Abdullah, Fenomenologi
Agama, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN Jakarta, 1984),
hlm. 1
[12] http://nyatnyut.com/2014/07/27/seperti-inilah-ajaranritual-agama-bahai/,
di akses tanggal: 04-12-2014, pukul: 15.45
[13] http://www.dakta.com/2014/09/ini-dia-paham-agama-bahai/, di akses tanggal: 04-12-2014, pukul: 15. 53
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/Baha%27i, di akses tanggal: 04-12-2014, pukul: 15.47
0 komentar:
Posting Komentar