Senin, 19 Juli 2021

AGAMA BAHA'I

 

 

AGAMA BAHA'I

BAB I

PENDAHULUAN

  • A.    Latar Belakang Masalah

Agama sebagai pedoman hidup manusia digunakan untuk memahami dirinya dan lingkungannya yang merupakan dasar utama kebudayaan, sehingga sangat sulit bagi manusia untuk meninggalkan agamanya. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk menghalangi seseorang untuk mengamalkan ajaran agamanya menjadi sia-sia. Hal inilah yang dilakukan oleh pemerintah pada masa lalu yang mencoba melarang berbagai agama yang dianggap menghalangi lajunya revolusi dan pembangunan. Setelah era reformasi, terbukalah pintu kebebasan bagi masyarakat. Sehingga mereka berani untuk mengekspresikan dirinya kembali setelah terpuruk pada masa lalu. Fenomena paling menarik di era reformasi ini adalah munculnya kembali berbagai kelompok dan aliran keagamaan yang selama Orde Lama dan Orde Baru tidak menampakkan dirinya (tiarap) karena adanya kebijakan Negara yang sangat kuatdalam menjaga harmoni sosial. Diantara agama yang pada masa lalu dilarang oleh pemerintah, sekarang menunjukkan eksistensinya kembali adalah agama Baha’i. Mereka menuntut untuk diperlakukan sama dengan agama-agama lainnya, karena merasa dijamin oleh UUD 1945.[1]

Oleh karena itu, pada makalah ini akan dipaparkan mengenai agama Baha’i serta fenomena-fenomena  yang ada dalam agama tersebut. 

  • B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah karakteristik dari Agama Baha’i ?

2.      Apasajakah fenomena-fenomena keagamaan yang ada pada agama Baha’i ?

 

  • C.    Tujuan Pembahasan

1.      Bagaimanakah karakteristik dari Agama Baha’i ?

2.      Apasajakah fenomena-fenomena keagamaan yang ada pada agama Baha’i ?


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Karakteristik Agama Baha’i

1.      Asal-usul Agama Baha’i

a)      Agama Baha’i di Dunia Internasional

Agama Baha’i lahir pada tahun 1844 di Persia. Nama Baha’i diambil dari nama pembawanya yaitu Mirza Husein bin Ali yang bergelar “Baha’ullah” yang berarti “Kemuliaan Allah” yang lahir di Teheran tahun 1817. Agama ini pada mulanya berpusat di Teheran dari tahun 1844 hingga tahun 1921, kemudian pada masa Shoghi Effendi memegang tampuk pimpinan Baha’i, pusatnya dipindahkan ke Haifa Israel hingga sekarang. The Baha’i International Community menduduki House of Justice di Haifa. Pada tahun 1950 , The Baha’i International Community menjadi anggota government dari PBB dengan status sebagai konsultan di Dewan Ekonomi dan Sosial.[2]

Agama ini bukan merupakan salah satu firqah atau madzhab dari Iskam, Kristen, Yahudi, dan yang lainnya, tetapi agama ini dipandang sebagai penerus agama Islam, Kristen, Yahudi. Meskipun pada awal pertumbuhannya Baha’i merupakan aliran atau firqah dalam Islam. Agama Baha’i ini mengakui adanya Nabi dan Rasul dari Adam hingga Muhammad yang pernah menerima wahyu dari Allah. Namun, menurut pandangan agama Baha’i, agama dan Rasul tersebut hanya berlaku untuk masanya saja dan sekarang sudah ada agama baru. Maka, agama dan rasul tersebut hanya berlaku untuk masanya saja, dan sekarang sudah ada agama baru, maka agama dan Rasul sebelumnya sudah tidak berlaku lagi. Mereka pun berkeyakinan bahwa agama Baha’ilah agama yang abadi hingga akhir zaman.

Agama Baha’i ini telah menyebar dan memiliki perwakian di 135 negara dan 1128 wilayah penting di seluruh dunia. Baha’i merupakan agama yang berkembang terus dan menarik baik dari kalangan muda maupun dewasa. Dewasa ini ada 5 buah rumah ibadah agama Baha’i yang berupa temple seperti di Frankfut, Sidney, Kampala, Wilmet (AS), dan Panama. Rumah ibadah lainnya sedang dibangun di India dan Samoa.[3]

Adapun tokoh-tokoh agama Baha’i, yakni:

1)      El Bab (1819-1850), sebagai nabi pertama yang lahir di Shirez (Iran). Pada tahun 1844, El Bab memproklamirkan dirinya sebagai utusan Tuhan dan menganggap dirinya sebagai nabi terbesar, di mana kedatangannya hendak menyempurnakan tugas kenabian dari agama-agama besar sebelumnya. Akibat dari pengakuan dan ajarannya itu El Bab dihukum gantung oleh Khalifah diwilayah Persia tahun 1850.

2)      Baha’ullah (1817-1892), merupakan salah seorang pengikut El Bab dan nabi pengganti El Bab dan sekaligus menetapkan lahirnya agama Baha’i. Dia juga mengaku sebagai utusan Tuhan universal untuk seluruh alam, pada tahun 1852 ia ditangkap dan dipenjarakan di Teheran. Namun, setelah ia dibebaskan, ia pun mengulangi keslahannya untuk yang kedua kalinya. Sehingga, ia pun ditangkap dan dipenjarakan lagi di Dekka (Turki) sampai ia meninggal tahun 1892.

3)      Abdul Baha (1844- 1921), ia adalah putra Baha’ullah yang diangkat sebagai penterjemah ajaran-ajarannya dan menjadi petunjuk bagi para muri-muridnya. Abdul Baha’ mengembangkan ajarannya dengan melakukan perjalanan ke Eropa, Mesir, Amerika Serikat, dan Kanada. Ia berbicara di gereja-gereja, universitasdan kelompok-kelompok ilmuwan di berbagai Negara.

4)      Shogi Effendi (1882-1957), ia merupakan cucu dari Abdul Baha, yang kemudian menjadi penjaga kepercayaan Baha’i setelah Baha’ullah meninggal. Pada masanya ini dikembangkan peraturan administrasi bagi kepercayaan Baha’i. Sepeninggal Shoghi Effendi ini, Baha’i ini dikendalikan oleh Badan Administrasi Tinggi yang sering disebut dengan La Casa Universale de Justice / Rumah Universal Keadilan.[4]

b)     Agama Baha’i di Indonesia

Di Indonesia, agama Baha’i mulai menanamkan pengaruhnya pada tahun 1954 bahkan menurut sebagian informasi, agama ini masuk sebelum tahun1954 M.[5] Baha’i masuk ke Indonesia sekitar tahun 1878, dibawa oleh dua orang pedagang dari Persia dan Turki, yaitu Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Dalam situs resmi agama Baha'i di Indonesia, dijelaskan, agama Baha’i adalah agama yang independen dan bersifat universal, bukan sekte dari agama lain.[6] Pada mulanya agama Baha’i ini merupakan kepercayaan perorangan, kemudian membentuk komunitas-komunitas di berbagai wilayah di Indonesia. Wilayah yang sudah terdapat komunitas Baha’inya adalah Klaten, Bojonegoro, Ponorogo, Sulawesi Selatan, Tulungagung, Rembang, Sigli, Meulaboh, Jakarta, Banyuwangi, Madiun, Bali, dan Sumatra Barat.[7]

Agama Baha’i setelah muncul di Indonesia dan menanamkan pengaruhnya tahun 1954 M, terus melakukan rekrutmen anggota diberbagai wilayah di seluruh Indonesia, mulai dari tanah Rencong Aceh hingga tanah Badik di Sulawesi. Salah satu wilayah yang menjadi sasarannya itua adalah kabupaten Tulungagung yang mulai menanamkan pengaruhnya pada tahun 1975, dan merembet di Kecamatan Kedungwaru, khususnya Desa Ringinpitu pada tahun 1988.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada tahun 1998 M menurut penuturan Sekretaris Desa, masyarakat Desa Ringinpitu adalah penganut aliran kepercayaan. Sebagaimana biasanya, para penganut aliran kepercayaan tidak perduli terhadap agama yang dianut oleh seseorang, yang penting menjaga kerukunan dan harmoni dalam kehidupan sosial. Bagi penganut aliran kepercayaan, semua agama itu adalah baik dan benar, tidak ada agama yang jelek dan salah, karena semua agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran.[8]

2.      Ajaran Agama Baha’i

Agama Baha’i merupakan agama independent yang mempercayai Husein bin Ali bergelar Baha’ullah sebagai nabi terakhir setelah kenabian Muhammad saw. Agama Baha’i ini juga memiliki kitab suci sendiri yang bernama Aqdas…Temapat ibadahnya disebut “Mazriqul Azkar” yang berfungsi sebagai tempat berdoa. Selain itu kiblat dalam sembahyangnya bukanlah Ka’bah di Mekkah Al-Mukarramah, melainkan di sebuah gunung di Haifa Palestina. Agama Baha’i hanya mewajibkan ibadah bagi pengikutnya sekali dalam sehari, serta dalam menentukan hitungan bulan, mereka menentukan hitungannya berjumlah 19 bulan dalam setahun, hal ini sesuai dengan ikuinek (penanggalan agama Baha’i), sedangkan sisa dari hitungan bulan tersebut digunakan untuk saat membayar zakat. Pada saat itu pula mereka mengadakan pertemuan silaturrahmi bagi para pengikut agama Baha’i.

Dalam menentukan waktu ibadah maupun hari raya agama Baha’i menggolongkannya menjadi tiga, yaitu: a) Ibadah pendek, yaitu pelaksanaan ibadah yang dimulai dari keluarnya matahari hingga tenggelamnya matahari dengan waktu tidak ditentukan; b) Ibadah sedang, yaitu ibadah yang dilaksanakan sebanyak satu kali dalam satu hari dengan dibebaskannya memilih waktu antara pagi, siang, dan sore; c) Ibadah panjang, yaitu ibadah yang dilakukan dalam waktu 24 jam dan dibebaskan untuk memilih waktu yang tepat dalam pelaksanaannya.

Agama ini juga memiliki hari raya sendiri yang disebut dengan Naw Rus yang jatuh pada tanggal 21 Maret. Penetapan ini berdasarkan sinar matahari yang tepat pada poros bumi di Katulistiwa, serta menjadi kemulyaan Allah bagi kaum Baha’ullah untuk mempersatukan umat manusia tanpa membedakan ras, suku, agama, dan bersifat universal. Pelaksanaan hari raya tidak di masjid atau di lapangan tetapi dilaksanakan dalam bentuk saling silaturrahmi. Tempat ibadah Masriqul Azkar di Palestina hanyalah simbol keagungan agama Baha’i.

Ajaran agama Baha’i ini tidak mempercayai akan adanya kiamat kubro, tetapi mempercayai kiamat sugra yaitu pergantian nabi sejak nabi Adam sampai M. Husein bin Ali sebagai penerima wahyu setelah nabi Muhammad.[9] Kepercayaan dasar ajaran Baha’i adalah kesatuan di seluruh dunia, yang meliputi keharmonisan seluruh agama, masyarakat, dan manusia itu sendiri. Baha’i percaya pada satu Tuhan yang bermanifestasi dalam berbagai bentuk sehingga menghasilkan sejumlah agama yang berbeda. Meskipun setiap agama memiliki konsep yang berbeda tentang Tuhan, Baha’i menganggap perbedaan ini hanya disebabkan oleh latar belakang sosial dan budaya yang berbeda. Baha’i meyakini adanya satu Tuhan dan bahwa semua agama besar di dunia mengimani satu Tuhan yang sama. Ajaran Baha’i berfokus pada isu-isu sosial dan etika, seperti kesetaraan gender, penghapusan segala bentuk prasangka buruk, kebutuhan untuk pendidikan universal, dan penghapusan jurang kaya dan miskin. Sementara mempelajari teks agama dan berdoa tetap dianjurkan, melakukan pekerjaan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebagai bentuk ibadah yang lebih tinggi.[10]

B.     Fenomena-fenomena Agama Baha’i

Fenomenologi secara harfiah berarti pelajaran mengenai gejala-gejala. Istilah ini mula-mula dipakai dalam ilmu filsafat pada pertengahan kedua abad ke 18, dirintis oleh Kant dan Fries. Mereka mempergunakan istilah itu sebagai pelajaran filsafat yang memusatkan perhatiannya pada peninjauan gejala-gejala.[11] Berkaitan dengan masalah fenomenologi, lebih tepatnya tentang fenomenologi agama, berikut akan di paparkan gambaran fenomenologi agama yang terdapat dalam ajaran dan ritual-ritual ibadah yang dilakukan oleh para penganut agama Baha’i. Berikut ini beberapa ajaran dan ritual agama Baha’i:

  1. Kaum Baha’i melakukan puasa selama 19 hari sebelum merayakan Hari Raya Naurus yang jatuh setiap 21 Maret. Puasa dipandang sebagai periode persiapan spiritual dan regenerasi untuk tahun baru di depan. Dalam kalender Barat, periode ini terjadi antara tanggal 2 dan 21 Maret.
  2. Bahaullah merekomendasikan bahwa umat Baha’i harus bermeditasi setiap hari, berpikir tentang apa yang mereka lakukan pada siang hari dan pada apa tindakan mereka yang layak. Baha’i percaya, bahwa melalui meditasi pintu pengetahuan yang lebih dalam dan inspirasi dapat dibuka, tetapi mereka menghindari takhayul dalam meditasi.
  3. Baha’i tidak menerima syariat zakat, yang menurut penilaian mereka sebagai perbuatan boros. Karenanya, dalam setiap acara kegiatan sosial, kendurian misalnya, mereka memilih mengundang sedikit orang, dengan alasan tidak melakukan pemborosan.
  4. Dalam Baha’i ada ketentuan sembahyang wajib. Bahá’u’lláh membuat doa sehari-hari pribadi kewajiban agama bagi semua Baha’i dari usia 15 ke atas. Setiap hari, salah satu dari tiga sembahyang wajib harus dikatakan:Doa pendek dibacakan sekali setiap 24 jam antara siang dan matahari terbenam; Doa menengah diucapkan tiga kali sehari, di pagi hari, pada siang hari dan di malam hari; Doa panjang yang harus dibacakan sekali dalam setiap 24 jam setiap saat – idealnya ketika dalam keadaan kagum dan hormat.
  5. Wudhu harus dilakukan sebelum sembahyang wajib. Doa dilakukan di tempat yang bersih, dan menghadap ke arah kuil Bahaullah. Hanya mereka yang sakit atau tua (lebih dari 70) dibebaskan dan mereka mungkin malah membacakan ayat tertentu dari kitab suci mereka 95 kali selama periode 24-jam
  6. Dalam sembahyangnya, Baha’i berkiblat ke Gunung Karmel atau Karamel di Israel.
  7. Baha’i tidak mengenal adanya sembayang wajib yang harus dilakukan secara berjamaah. Pengecualiannya adalah sembayang wajib yang dilakukan secara berjamaah untuk jenazah. Jadi, hanya jenazah saja yang wajib disembahyangkan secara berjamaah.
  8. Tahun Baha’i terdiri dari 19 bulan yang masing-masing 19 hari (361 hari), dengan penambahan “hari-hari kabisat” antara bulan kedelapan belas dan kesembilan belas untuk menyesuaikan kalender dengan tahun matahari. Bulan yang bernama setelah sifat-sifat Allah.[12]
  9. Hari-hari Suci Baha’i:Hari raya Sembilan belas, Naw-Ruz, Deklarasi dari Bab, Hari Raya Ridwan, Lahirnya Bab, Hari Lahir Bahaullah, Kenaikan Bab, Wafatnya Bahaullah.[13]
  10. Perkawinan Bahá’í adalah bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Tujuannya terutama bersifat rohani dan adalah demi keselarasan, persahabatan, dan persatuan pasangan itu. Ajaran Bahá’í menyebutkan perkawinan sebagai benteng kesejahteraan dan keselamatan dan menempatkan lembaga keluarga sebagai pondasi struktur masyarakat manusia. Upacara pernikahan Bahá’í sangat sederhana, yakni dengan adanya kewajiban membacakan ayat dari Kitáb-i-Aqdas yang dibacakan oleh mempelai pria dan mempelai wanita, di depan dua orang saksi, yang isinya: "Kita semua, sesungguhnya, tunduk akan Kehendak Tuhan."
  11. Pada awal tiap bulan Bahá’í, ada pertemuan seluruh masyarakat setempat yang namanya “selamatan sembilan belas hari”. Di samping bertujuan berdoa bersama dan sosial, selamatan sembilan belas hari itu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi dengan Majelis Rohani Setempat, untuk mengajukan usulan dan bermusyawarah bersama.[14]

 


 

BAB III

KESIMPULAN

 

Agama Baha’i lahir pada tahun 1844 di Persia. Nama Baha’i diambil dari nama pembawanya yaitu Mirza Husein bin Ali yang bergelar “Baha’ullah” yang berarti “Kemuliaan Allah” yang lahir di Teheran tahun 1817. Agama ini pada mulanya berpusat di Teheran dari tahun 1844 hingga tahun 1921, kemudian pada masa Shoghi Effendi memegang tampuk pimpinan Baha’i, pusatnya dipindahkan ke Haifa Israel hingga sekarang. Agama ini bukan merupakan salah satu firqah atau madzhab dari Islam, Kristen, Yahudi, dan yang lainnya, tetapi agama ini dipandang sebagai penerus agama Islam, Kristen, Yahudi.

Sedangkan ritual-ritual keagamaan mereka yakni; Kaum Baha’i melakukan puasa selama 19 hari sebelum merayakan Hari Raya Naurus yang jatuh setiap 21 Maret. Kemudian Bahaullah merekomendasikan bahwa umat Baha’i harus bermeditasi setiap hari, berpikir tentang apa yang mereka lakukan pada siang hari dan pada apa tindakan mereka yang layak. Baha’i tidak menerima syariat zakat, yang menurut penilaian mereka sebagai perbuatan boros. Dalam Baha’i ada ketentuan sembahyang wajib. Bahá’u’lláh membuat doa sehari-hari pribadi kewajiban agama bagi semua Baha’i dari usia 15 ke atas. Dalam sembahyangnya, Baha’i berkiblat ke Gunung Karmel atau Karamel di Israel. Baha’i tidak mengenal adanya sembayang wajib yang harus dilakukan secara berjamaah. Pengecualiannya adalah sembayang wajib yang dilakukan secara berjamaah untuk jenazah. Iman Baha’i tidak memiliki pendeta atau sakramen, dan hampir tidak ada ritual. Hari-hari Suci Baha’i: Hari raya Sembilan belas, Naw-Ruz, Deklarasi dari Bab, Hari Raya Ridwan, Lahirnya Bab, Hari Lahir Bahaullah, Kenaikan Bab, Wafatnya Bahaullah.


 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdullah, Syamsuddin. 1984. Fenomenologi Agama. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN Jakarta

Badan Litbang dan Diktat Kementerian Agama. Aliran-aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press

http://www.amazine.co/24802/apa-itu-bahai-fakta-sejarah-informasi-lainnya/

http://id.wikipedia.org/wiki/Baha%27i

http://nyatnyut.com/2014/07/27/seperti-inilah-ajaranritual-agama-bahai/

http://www.dakta.com/2014/09/ini-dia-paham-agama-bahai/

 



[1]Badan Litbang dan Diktat Kementerian Agama, Aliran-aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010), hlm. 1

[2]Badan Litbang dan Diktat Kementerian Agama, Aliran-aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010), hlm. 25-26

[3]Ibid…, hlm. 26-27

[4]Ibid…, hlm. 27-28

[5]Ibid…, hlm. 28

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Baha%27i, di akses tanggal 05-12-2014, pukul: 08.58

[7]Badan Litbang dan Diktat Kementerian Agama, Aliran-aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010), hlm. 27

[8] Ibid…, hlm. 28-29

[9]Ibid…, hlm. 31-33

[11] Syamsuddin Abdullah, Fenomenologi Agama, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN Jakarta, 1984), hlm. 1

[13] http://www.dakta.com/2014/09/ini-dia-paham-agama-bahai/, di akses tanggal: 04-12-2014, pukul: 15. 53

[14] http://id.wikipedia.org/wiki/Baha%27i, di akses tanggal: 04-12-2014, pukul: 15.47

0 komentar:

Posting Komentar

Contact

Contact Person

Untuk saling berbagi dan sharing, mari silaturrahmi!

Address:

Mojo-Kediri-Jawa Timur (64162)

Work Time:

24 Hours

Phone:

085735320773

Diberdayakan oleh Blogger.