Senin, 19 Juli 2021

TAFSIR AL-KASYAF

 TAFSIR AL-KASYAF

PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Islam memiliki banyak sekali pengetahuan dan juga luas dalam segala bidang. Utamanya dalam hal ilmu agama ataupun ilmu-ilmu umum. Ilmu tersebut telah termaktub dalam Kitabullah. Jika kita mau menelisik lebih jauh dan lebih giat lagi, pastinya ilmu yang akan kita dapatkan dari dalamnya sangatlah melimpah ruah.
Dari sini, Islam juga telah banyak sekali melahirkan para pakar keilmuan yang mampu untuk menggali sumber keilmuan dari al-qur’an. Dari beberapa tokoh ilmuan tersebut memiliki bermacam-macam latar belakang, baik itu dalam hal aliran teologi, keilmuan, dan lain sebagainya. Tokoh-tokoh yang giat dalam kegiatan penggalian ilmu al-qur’an biasa disebut penafsir. Dimana posisi penafsir adalah sangat sentral. Dalam menghasilkan sebuah produk tafsir, ini dipengaruhi oleh banyak hal/ latar belakang seperti yang di sebutkan di atas. Disini kita akan membahas makalah yang berkaitan tentang kitab tafsir al-kasyaf yang di buat oleh ulama’ beraliran Mu’tazilah yakni az-Zamakhsyari.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi kehidupan az-Zamakhsyari?
2.      Bagaimanakah deskripsi tentang kitab tafsir al-Kasyaf?
  1. Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui biografi kehidupan az-Zamakhsyari.
2.      Untuk mengetahui deskripsi tentang kitab tafsir al-Kasyaf.


TENTANG PENGARANG
  1. Biografi Singkat Pengarang Kitab Tafsir al-Kasyaf
Nama beliau adalah Mahmud bin ‘Umar bin Ahmad Az-Zamakhsyari.[1] Beliau lahir pada tanggal 27 Rajab 467 H/ 18 Maret 1075 M di Zamakhsyar, salah satu desa di Khawarizmi, kawasan Turkistan, Rusia.[2] Julukan beliau adalah Abu qosim Jarullah. Ia adalah seorang yang bepengatuan luas, cerdik dan berbakat, yang berkeyakinan aliran mu’tazilah yang kuat serta bermadzhab Hanafi.[3]
Beliau terlahir dari keluarga yang taat beragama.[4] Menurut cerita, dikatakan bahwa kecelakaan mengenai salah satu kaki dari Zamakhsyari yang membuat kakinya patah kemudian digantilah salah satu kaki Zamakhsyari yang dengan kaki buatan dari kayu, adapun ketika melihat az-Zamakhsyari berjalan yang terbiasa berpakaian panjang maka orang yang melihat beliau banyak yang menyangka bahwa az-Zamakhsyari pincang.[5]
Karena kesibukan beliau menuntut ilmu dan menulis karya yang tentunya membutuhkan perhatian yang ekstra, az-Zamakhsyari membujang seumur hidup. Ada referensi lain yang mengatakan penyebab bujangnya Zamakhsyari yaitu karena beliau dalam keadaan miskin, ketidak stabilan hidupnya, cacat yang dideritanya.
Az-Zamakhsyari terkenal sebagai ilmuan besar dalam bidang bahasa dan retorika. Ia mendapat julukan al-Imam al-Kabiir (maha guru) karena keahliannya dalam tafsir al-Qur’an, hadits, gramatika, filologi, seni deklamasi, dan ahli syair dalam Bahasa Arab  meski beliau dari Persia.[6] Az-Zamakhsyari meninggal di daerah karkanji yakni pusat area Khawarizmi, pada malam bulan ‘arafah tahun 538 H.[7]
  1. Perjalanan Keilmuan
Pendidikan az-Zamakhsyari dimulai dari gemblengan orangtuanya.[8] Kemudian pada usia menjelang remaja, beliau sudah pergi merantau meninggalkan desanya untuk menuntut ilmu di Bukhara yang pada waktu itu menjadi pusat kegiatan keilmuan dan terkenal dengan para sastrawan.[9] Beliau belajar sastra dari Abi Hasan ‘Ali bin Mudhofar An-Naisabury dan Abi Mudhor Al-Ashfahany (w.507 H). Ia pun juga pernah berguru kepada seorang fakih, hakim tinggi, dan ahli hadits, yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ali ad Damighani (w. 496 H). Dasar-dasar nahwu ia pelajari dari Abdullah bin Talhah al-Yabiri.[10]
Baru beberapa tahun belajar, ia pulang ke kampung halaman karena Ayahnya dipenjara oleh penguasa dan kemudian wafat. Namun, Zamakhsyari masih beruntung bisa bertemu ulama terkemuka di Khawarizm yakni Abu Mudhar al Nahwi (w. 508 H). Berkat beliau, Zamakhsyari bisa menjadi murid terbaik, menguasai sastra Arab, logika, filsafat, dan ilmu kalam.[11] Kemudian pada hampir akhir perjalanan keilmuannya, ia melawat ke Mekkah dan tinggal disana selama dua tahun untuk belajar gramatika bahasa Arab (w. 518 H). Ia juga mengunjungi banyak negeri di jazirah Arab. Setelah itu ia kembali lagi ke kampung halamannya. Namun, ia kembali lagi ke Mekkah untuk kedua kalinya, tinggal disana selama tiga tahun (256-259 H) dia mendapatkan gelar Jaar Allah disini. Dari sini ia melawat ke Baghdad yang kemudian dilanjutkan ke Khawarizm yang kemudian beliau wafat tahun 538 H.
  1. Guru
Guru-guru az-Zamakhsyari sudah tercantum dalam penjelasan biografi dan perjalanan keilmuannya. Seperti Abi Hasan ‘Ali Bin Mudhofar An-Naisabury, Abi Mudhor Al-Ashbahany, Abi Sa’ad Al-Syafaty, Nashir Bin Bathar, Abu al-Khattab, Abu Sa’ad Asy Syaqani dan Abu Mansur al-Harisi, Asy-Syarif ibnu Syajari.
  1. Pengakuan Keilmuan dan Karya
Posisi Zamakhsyari sebagai intelektual telah di akui oleh para tokoh karena memang beliau memiliki pesona tersendiri. Abu Hasyim al-Juba’i mengatakan bahwasannya, Zamakhsyari pada saat yang sama adalah agung karena ia adalah seorang yang zuhud (hal seperti ini tidak anaeh dikalangan Mu’tazilah). Beliau juga seorang ahli fiqh yang paham akan hadits yang waktu itu tidak ada tandingannya, yang berdasarkan sejarah pada masanya ia boleh dijuluki dengan sebutan guru besar Islam atau yang lebih dikenal dengan Syaikh Islam. Namun, berbeda dengan ad-Dzahabi yang mengatakan bahwasannya Zamakhsyari dalam hal keunggulan pengetahuannya masih belum ma’sum (terjaga) dari perkara bid’ah.[12]
Tidak mengherankan bila nasib baik menghampiri derajat Az-Zamahsyari, sebab Zamakhsyari adalah salah satu imam besar dalam tafsir, hadits, nahwu, bahasa dan adab. Adapun karangan-karangan indah beliau dalam berbagai ilmu. adapun karangan-karangan yang terkenal diantaranya:
  1. Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Kasyaf ‘An Haqa’aiq Al-Tanzil Wa ‘Uyun Al-Aqawil Fi Wujub Al-Ta’wil, yakni kitab perdana yang ditulisnnya sebagaimana yang kita ketahui saat ini.
  2. Kitab Al-Namuzaj Fi Al-Nahwu, Syarah Kitab Sibawaihi, Syarh Al-Mufassal Fi Al-Nahw yakni kitab menerangkan masalah nahwu.
  3. Kitab Al Fa’iq Fi Gharib Al-Hadits yakni kitab dalam bidang hadits.
  4. Kitab Ar-Ra’id Fi Al-Faraid yaitu kitab dalam hal fiqih.
  5. Kitab Al-Jibal Wa Al-Amkinah yaitu kitab dalam bidang ilmu bumi.
  6. Dalam bidang akhlaq: Mutasyabih Asma’ Al-Ruwat, Al-Kalim Al-Nabawih Fi Al-Mawaiz, Al-Nasa’ih Al-Kibar Al-Nasaih Al-Shigar, Maqamat Fi Al-Mawa’iz, Manaqib Al-Imam Abi Hanifah.
  7. Bidang sastra: Diwan Rasa’il, Diwan Al-Tamsil, Tasliyat Al-Darir.
  8. Bidang bahasa: Asas Al-Balaghah, Jawahir Al-Lughah, Al-Ajnas, Muqaddimah Al-Adab Fi Al-Lughah.[13]


TENTANG TAFSIR

  1. Latar Belakang, Tahun dan Masa Penulisan
Az-Zamakhsyari menulis kitab tafsirnya yang berjudul Al-Kasyaf ‘An Haqa’aiq Al-Tanzil Wa ‘Uyun Al-Aqawil Fi Wujub Al-Ta’wil bermula dari permintaan suatu kelompok yang menamakan diri al'Fi’ah al'Najiyah al'‘Adliyah. Kelompok yang dimaksud di sini adalah kelompok Mu’tazilah. Dalam muqadimah Tafsir al Kasyaf disebutkan sebagai berikut: mereka menginginkan adanya sebuah kitab tafsir dan mereka meminta saya supaya mengungkapkan hakikat makna al-Quran dan semua kisah yang terdapat di dalamnya, termasuk segi-segi penakwilannya.”
Didorong oleh permintaan di atas, al'Zamakhsyari menulis sebuah kitab tafsir, dan kepada mereka yang meminta didikte- kanlah mengenai fawaiih al-suwar dan beberapa pembahasan tentang hakikat-hakikat dari surat al'Baqaarah. Penafsiran al- Zamakhsyari ini tampak mendapat sambutan hangat di terbaga؛ negeri, dalam perjalanan yang kedua ke Makkah, banyak tokoh yang dijumpainya menyatakan keinginannya untuk memperoleh karyanya itu. Bahkan setelah tiba di Makkah, ia diberi tahu bahwa pemimpin pemerintahan Makkah, IbnWahhas, bermaksud meng- unjunginya ke Khawarizm untuk mendapatkan karya tersebut. Semua itu menggugah semangat al'Zamakhsyari untuk memulai menulis tafsirnya, meskipun dalam bentuk yang lebih ringkas dari yang didiktekan sebelumnya.[14]
Berdasar pada pengikut-pengikut Mu'tazilah Makkah dan atas dorongan al'Hasan Ali bin Hamzah ibn Wahhas, serta kesadaran dirinya sendiri, akhirnya al'Zamakhsyari berhasil menyelesaikan penulisan ta&imya dalam waktu kurang lebih 30 bulan. Penulisan tafsir tersebut dimulai ketika ia berada di Makkah pada tahun 526 H. dan selesai pada hari Senin 23 RabTul'Akhlr 528 H.
Penafsiran yang ditempuh al'Zamakhsyari dalam karyanya sangat menarik, karena uraiannya singkat tapi jelas, sehingga para ulama Mu'tazilah mengusulkan agat tafsir tersebut dipresen- tasikan pada para ulama Mu'tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dengan corak i’tizali dan hasilnya adalah tafsir al'Kasysyaf yang ada sekarang ini.
Pada tahun 1968, tafsir al'Kasysyaf dicetak ulang pada percetakan Mustafa al'Babl al'Halabi, Mesir; dalam empat jilid. Jilid pertama di awali dengan surat al'fatihah dan di akhiri dengan surat al'Ma’idah. Jilid kedua diawali dengan surat al-Ariam dan al'Anbiya’. Jilid ketiga diawali dengan surat al'Hajj dan diakhiri dengan surat al'Hujurat. Jilid keempat diawali dengan surat Qafdan diakhiri dengan surat al'Nas.[15]
  1. Sumber Penulisan
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan oleh al'Zamakhsyari yang dalam menulis kitab tafsirnya meliputi berbagai bidang ilmu, antara lain:
1.      Sumber tafsir
Ø  Tafsir Mujahid (w. 104 H)
Ø  Tafsir ‘Amr bin As ibn ‘Ubaid al-Mu’tazili (w. 144 H)
Ø  Tafsir al-Zajjaz (w. 311 H)
Ø  Tafsir al-Rumani (w. 382 H)
Ø  Tafsir ‘Ali bin Abi Thalib dan Ja’far al-Shadiq
Ø  Tafsir dari kelompok Jabariyyah dan Khawarij.
2.      Sumber Hadis
Dalam menafsirkan al'Qur’an, al'Zamakhsyari mengambil dari berbagai macam hadis, tetapi yang disebutkan secara jelas hanya Shahih Muslim. Ia biasanya menggunakan istilah fi al-hadits.
3.      Sumber Qira'at
Adapun sumber qira’at diambil, antara lain:
Ø  Mushaf ‘Abdullah ibn Mas’ud
Ø  Mushaf Haris ibn Suwaid
Ø  Mushaf Ubay bin Ka’ab
Ø  Mushaf ulama Hijjaz dan Syam.
4.      Sumber Bahasa dan Tata Bahasa
Bahasa atau tata bahasa adalah sumber yang paling banyak dipergunakan oleh al-Zaraakhsyarl dalam menafsirkan al' Qur'an, untuk lebih banyak mengungkapkan kemukjizatan al' Qur’an. Adapun sumber-sumber yang diambil antara lain:
Ø  Kitab ai-Nabni, karya Sibawaihi (w. 146 H.)
Ø  Islah al-Mantiq karya Ibn al-Sukait (w. 244 H.)
Ø  Al-Mutamrrdm, karya Abdullah Ibn Dusturiyah (w 347 H.)
Ø  Al-Hujjab, karya Abi ‘AU al-Fansi (w. 377 H.)
Ø  Al-HaJabiyyat, karya Abi ‘Ali al-Fansi (w. 377 H.)
Ø  AI-Tamam, karya Ibn al-Jimu (w. 392 H.)
Ø  Al-Mabtasib, karya Ibn al-Jimu (w 392 H.)
Ø  At-Tibyan, karya Abi al-Fath al-Hamdani.
5.      Sumber Sastra
Di antara kitab sastra yang menjadi rujukan adalah:
Ø  Al-Hayaram, karya al-Jahiz
Ø  Hamasah, karya Abi Tamam
Ø  Istaghfir dan Istaghfiri, karya Abu al-"abd al-Mu'arri.[16]
  1. Penilain Terhadap Tafsir al-Kasyaf
Di kalangan para ulama, tafsir al-Kasysyaf sangat terkenal karena kepiawaian al-Zamakhsyari dalam mengungkap kemukjizatan al-Qur’an, terutama mengenai keindahan balaghahnya. Di samping kelebihan tafsir al-Kasyaf juga memiliki kelemahan dan kekurangan. Berikut beberapa penilaian terhadap tafsir al-Kasyaf.[17]
1.      Imam Busykual
Tafsir al-Zamakhsyari lebih ringkas dan lebih mendalam. Zamakhsyari sering menggunakan kata-kata yang sukar dan banyak menggunakan syair, sehingga mempersulit pembaca untuk memahaminya, dan sering menyerang madzhab lain. Hal ini karena ia berusaha membela madzhabnya, madzhab muktazilah.
2.      Haidar al-Harawi
Tafsir al-Kasysyaf  merupakan tafsir yang sangat tinggi nilainya. Tafsir-tafsir sesudahnya, menurut Haidar tiada satupun yang enendingi baik dalam keindahan maupun kedalamannya. Namun tafsir al-Kasysyaf juga memiliki kekurangan antara lain:
Ø  Sering melakukan penyimpangan makna lafadz tanpa dipikirkan secara mendalam dan menafsirkan ayat dengan panjang lebar, seakan-akan untuk menutupi kelemahannya, serta penuh dengan pemikiran muktazilah.
Ø  Kurang menghormati ulama lainnya, sehingga al-Razi ketika menafsirkan surat al-Maidah: 54 menunjukkannya kepada al-Zamakhsyari karena al-Zamakhsyari sering melontarkan celaan kepada para ulama yang dicintai Allah SWT.
Ø  Terlalu banyak menghadirkan syair-syair dan peribahasa yang penuh dengan kejenakaan, yang jauh dari tuntunan syariat.
Ø  Sering menyebut Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dengan sebutan yang tidak sopan bahkan kadang-kadang mengkafirkan.
3.      Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa di antara tafsir yang paling baik dan paling mampu mengungkapkan makna al-Qur’an dengan pendekatan bahasa dan balaghah adalah tafsir al-KasyysafHanya saja penyusunnya bermadzhab muktazilah. Dengan balaghah beliau membela madzhabnya dalam menafsirkan al-Qur’an.
Menurut Ibnu Khaldun, kitab al-Kasysyaf karangan Zamakhsyari ini disamping hadis hendaklah menjadi kitab pegangan bagi orang-orang yang akan menyusun tafsir dalam mendalami bahasa, i’rab dan balaghah. Untuk meningkatkan ilmu yang dipergunakan dalam menafsirkan al-Qur’an. Orang yang menulis kitab al-Kasysyaf ini adalah seorang ahli bahasa yang terpandai di Irak. Selain dari itu yang menyusun kitab ini berbau Muktazilah dalam segi akidah. Inilah yang dijadikan hujah bagi madzhabnya yang telah rusak itu. Karena dia menerangkan ayat-ayat al-Qur’an itu dengan cara-cara balaghah. Dengan demikian maka dengan diam-diam dia telah menyimpang dari madzhabnya yang kini telah memasuki ahli sunah.[18]
4.      Mustafa al-Sawi al-Juwaini
Beliau berpendapat bahwa al-Zamakhsyari merupakan ulama muktazilah yang sangat fanatik dalam membela paham Muktazilah, sehingga penafsirannya sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip Muktazilah.
5.      Ignaz Goldziher
Dalam bukunya Mazahib Tafsir al-Islami, Goldziher mengatakan bahwa tafsir al-Kasysyaf sangat baik, hanya saja pembelaanya terhadap Muktazilah sangat berlebihan.
6.      Muhammad Husain al-Zahabi
Al-Zahabi berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf adalah kitab yang paling lengkap dalam menyingkap balaghah al-Qur’an. Dari beberapa penjelasan terhadap tafsir al-Kasysyaf di atas kiranya dapat dipilah menjadi tiga kelompok yaitu:
Ø  Kelompok pertama berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf adalah kitab tafsir yang sangat baik karena berhasil menyingkap rahasia kemukjizatan al-Qur’an dengan pendekatan lughawi, terutama aspek balaghah. Tafsir ini layak dijadikan sebagai rujukan bagi para mufasir. Kelompok ini hanya melihat dari sisi keberhasilandalam menyingkap kemukjizatan al-Qur’an, tidak melihat adanya pemaksaan makna sebagian lafadz al-Qur’an pada kelompok muktazilah.
Ø  Kelompok kedua berpendapat bahwa tafsir al-Kasysyaf tidak layak dijadikan rujukan karena penyusunnya sangat fanatik dalam membela muktazilah sehingga ayat-ayat yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muktazilah dibelokkan maknanya agar sesuai dengan dokrin muktazilah. Penyusunnya juga sering melontarkan serangan terhadap ulama lain yang tidak sepaham dengan kata-kata yang tidak sopan.
Ø  Kelompok ketiga berpendapat bahwa dalam beberapa bagian tafsir al-Kasysyaf sangat baik untuk dijadikan rujukan, yaitu dalam pengungkapan kemukjizatan al-Qur’an. Tetapi dalam bagian lainnya yaitu dalam penyimpangan makna al-Qur’an, harus ditinggalkan. Kelompok ketiga ini paling moderat dan bisa dipedomani dalam membaca tafsir al-Kasysyaf, sehingga dapat memetik manfaat.[19]


METODOLOGI PENAFSIRAN
  1. Metode Tafsir al-Kasyaf
Tafsir ini disusun berdasarkan tartib mushafi, yakni berdasarkan urutan surat dan ayat dalam Mushaf ‘Usmani mulai juz 1-30. Ketika dalam menafsirkan al qur’an, Zamakhsyari mengutip ayat yang kemudian ditafsirkan berdasarkan rasionya dan di dukung dengan hadits atau ayat alqur’an lain yang juga disertakan asbabun nuzul. Secara tersirat sudah terlihat bahwa tafsir ini menggunakan metode tahlili yakni meniliti setiap kata dan kalimat secara cermat. Ia juga menyingkap aspek munasabah yaitu hubungan antara satu surat dengan surat yang lain atau hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain. Dalam metodenya ia juga memasukkan pendapat dari para sahabat dan tabi’in terkadang yang kemudiandi konklusikan olehnya sendiri.[20]
Zamakhsyari mencoba untk menemukan prinsip metodologinya dalam salah satu contoh penafsirannya yakni pada surat Ali Imran ayat 7.
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB (
Dari ayat di atas nampak bahwa pembahasannya terkait muhkam dan mutasyabihat. Ia berpendapat bahwa muhkam adalah ayat yang jelas ungkapannya terpelihara dari ungkapan yang samar. Berarti dalam hal ini penafsiran tidak harus kontekstual. Sedangkan mutasyabihat ialah ayat yang masih mengandung banyak alternatif makna.
Muhkam dalam pandangan Zamakhsyari adalah harus dijadikan sebagai landasan dalam penafsiran ayat mutasyabihat. Dari sini akan tercipta prinsip metodologisnya dalam penafsiran ayat yang mutasyabihat yakni dengan analisis linguistik. Menurutnya, metode linguistik sebagai argumentasi awal untuk menghilangkan keraguan dalam mutasyabihat.[21]
  1. Corak Penafsiran
Sebagian penafsiran dalam kitab ini ialah berorientasi pada rasio (ra’yu),maka tafsir ini tergolong pada tafsir bir ra’yi.[22] Ia memberikan kreatifitas rasio yang begitu lebar dalam memahami al-qur’an.[23] Namun perlu diingat juga, bahwa ia tak melupakan sumber hadits ataupun ayat alqur’an sebagai landasannya. Kadang beliau juga memasukkan qaul para sahabat. Penafsirannya kadang-kadang ditinjau dari arti mufradat yang mungkin, dengan merujuk kepada ucapan-ucapan orang Arab terhadap syair-syairnya atau definisi istilah-istilah yang populer. Kadang penafsirannya juga didasarkan pada tinjauan gramatika atau nahwu. [24]
Sebagai tafsir yang lahir dengan corak bir ra’yi dan di buat oleh tokoh Mu’tazilah. Tafsir ini disinyalir oleh beberapa kalangan sebagai jalan untuk menaikkan pamor Mu’tazilah.namun, hal ini tidak benar, karena kualitas penafsiran Zamakhsyari telah di akui banyak ulama’ meskipun memiliki indikasi hal tersebut.[25]
Belum ada seorang penafsir yang segiat Zamakhsyari dalam menerangkan kemukjizatan balaghi (al-‘Ijaz al-balaghi) atas susunan al-qur’an. Ibnu Khaldun membuktikan sastra historis yang muncul dalam perhatian yang diberikan penduduk Timur terhadap seni bayan Arab yang ternyata lebih banyak dari orang Barat. Bahkan orang Timur berbeda dengan orang Barat yang sangat memperhatikan tafsir Zamakhsyari yang dibangun atas seni.[26]
Ada beberapa faktor/ hal yang bisa dilihat dari cara ataupun latar belakang Zamakhsyari dalam penafsirannya sebagai berikut:
1.      Beliau sangat ahli dalam kebahasaan dan sastra Arabnya. Maka dari itu, dalam penafsirannya sangat terlihat sekali beliau cenderung mewarnai tafsirannya dengan balaghagh untuk menyingkap rahasia wahyu Tuhan. Contoh dalam surat al-baqarah (2): 23:
bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷ƒu $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu
Kembalinya dhamir hi pada kata mislihi adalah kata ma nazzalna atau ‘abdina tetapi yang lebih kuat kembali ke ma nazzalna. Sesuai dengan maksud ayat tersebut, yang dibicarakan bukanlah Nabi Muhammad.
2.      Zamakhsyari merupakan teolog (mutakalimin) sekaligus seorang tokoh aliran Mu’tazilah. Kedua faktor ini sangat mempengaruhi corak penafsiran al-Kasyaf. Surat al-Qiyamah 22-23:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.
Az-Zamakhsyari mengesampingkan makna lahir dari kata nadzirah (melihat), sebab menurut Mu’tazilah Allah tidak dapat dilihat. Oleh karena itu kata nadzirah di artikan dengan al-raja’ (menunggu, mengharapkan).[27]
  1. Contoh Penafsiran
 [سورة البقرة (2) : آية 115]
ولله المشرق والمغرب فأينما تولوا فثم وجه الله إن الله واسع عليم (115)
ولله المشرق والمغرب أى بلاد المشرق والمغرب والأرض كلها لله هو مالكها ومتوليها فأينما تولوا ففي أى مكان فعلتم التولية، يعنى تولية وجوهكم شطر القبلة بدليل قوله تعالى:
(فول وجهك شطر المسجد الحرام، وحيث ما كنتم فولوا وجوهكم شطره) . فثم وجه الله أى جهته التي أمر بها ورضيها. والمعنى أنكم إذا منعتم أن تصلوا في المسجد الحرام أو في بيت المقدس، فقد جعلت لكم الأرض مسجدا فصلوا في أى بقعة شئتم من بقاعها، وافعلوا التولية فيها فإن التولية ممكنة في كل مكان لا يختص إسكانها في مسجد دون مسجد ولا في مكان دون مكان إن الله واسع الرحمة يريد التوسعة على عباده والتيسير عليهم عليم بمصالحهم. وعن ابن عمر نزلت في صلاة المسافر على الراحلة أينما توجهت. وعن عطاء: عميت القبلة على قوم فصلوا إلى أنحاء مختلفة، فلما أصبحوا تبينوا خطأهم فعذروا. وقيل: معناه فأينما تولوا للدعاء والذكر ولم يرد الصلاة. وقرأ الحسن: فأينما تولوا، بفتح التاء من التولي يريد: فأينما توجهوا القبلة.[28]

PENUTUP
  1. Kesimpulan
Pengarang kitab tafsir al-Kasyaf ialah Mahmud bin ‘Umar bin Ahmad Az-Zamakhsyari. Beliau terlahir dalam lingkungan keluarga yang beraliran Mu’tazilah. Beliau dikenal sebagai orang yang cerdik, pintar dan rajin. Beliau melakukan perjalanan keilmuan yang sangat panjang dari tanah kelahirannya sendiri sampai ke negeri orang seperti Bukhara, Mekkah sampai akhir hayatnya yang salah satunya menciptakan tafsir al-Kasyaf ini.
Karya tafsir beliau sangat monumental di kalangan Mu’tazilah, karena ini di anggap sebagai salah satu senjata untuk menaikkan pamor dari Mu’tazilah. Karya beliaupun tidak hanya pada bidang tafsir saja, namun di berbagai bidang seperti nahwu, hadits fiqih dan masih banyak lainnya.
Dalam karya tafsirnya ini, Zamakhsyari menggunakan metode tahlili yang sesuai dengan tartib mushafi dari Juz 1 sampai Juz 30. Kemudian sumber penafsiran yang di ambil adalah sumber penafsiran bir ra’yi. Dimana dalam hal ini beliau lebih menonjolkan dalam corak ke bahasaan.
  1. Saran
Ada banyak sekali yang bisa di ambil dari tafsir al-kasyaf ini. Menurut hemat saya, ini termasuk ensiklopedi tafsir yang memuat berbagai cabang ilmu. Meskipun kita sebagai penganut ahlu sunnah, kita tidak perlu mencemooh karya ini. Kita harus mengakui dan ikut mempelajari, kitab ini sebagai karya yang agung.


DAFTAR PUSTAKA

Abu ‘Abdullah Muhammad Bin Ahmad, Syamsuddin. Siyar al-a’lam an-nubalak. Beirut: Mu-Asasah Al-Risalah. 1985.

Amin Ghofur, Saiful. Profil Para Mufasir Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. 2008.

Fatah Bin Al-Said ‘Ajamy, Abdul. Hidayah Al-Qory Ila Tajwid Kalam Al-BaryMadinah: Maktabah Thoyibah. Tt.

Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta. Studi Kitab Tafsir. Yogyakarta: Teras. 2004. Cet. I.

Abu hasan ‘ali bin yusuf, Jamaluddin. inbah al-riwayat ‘ala anbahu al-nuhat. Kairo. Darul fikri al’arabi. 1982.

Goldziher, Ignaz. Madzhab Tafsir dari klasik hingga modern. Yogyakarta: Elsao Press. 2010. terj. M. Alaika Salamullah, dkk. Cet. V.

al-Katan, Mana’. Mubahasah fi ‘ulumul Qur’an. Maktabah al-Ma’arif li an-nasiir wa at-tawazik. Tt.

Qosim mahmud, Abu. al-kasyaf ‘an haqa-iq ghawamid at-tanzil juz 1. Beirut. Darul Kitab al-‘araby. 1407.



[1]Syamsuddin Abu ‘Abdullah Muhammad Bin Ahmad, siyar al-a’lam an-nubalak, (Beirut: Mu-Asasah Al-Risalah, 1985), h. 154.
[2]Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 73.
[3]‘Abdul Fatah Bin Al-Said ‘Ajamy, Hidayah Al-Qory Ila Tajwid Kalam Al-Bary, (Madinah: Maktabah Thoyibah, Tt), h. 729.
[4]Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2004) Cet. I, h. 44.
[5]Abdul Fatah Bin Al-Said ‘Ajamy, Hidayah Al-Qory Ila Tajwid Kalam Al-Bary,...
[6]Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an,... 74.
[7] Jamaluddin abu hasan ‘ali bin yusuf, inbah al-riwayat ‘ala anbahu al-nuhat, (kairo; darul fikri al’arabi, 1982), h, 268.
[8]Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an,...
[9]Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,...
[10]Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an,...
[11]Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,... h. 45.
[12]Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir dari klasik hingga modern, (Yogyakarta: Elsao Press, 2010) terj. M. Alaika Salamullah, dkk Cet. V, h. 150.
[13]Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,... h. 47.
[14]Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,... h. 48.
[15]Ibid., h. 49.
[16]Ibid., h. 50-51.
[17]Ibid., h. 57.
[18]Ibid., h. 58-59.
[19]Ibid., h. 60.
[20]Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,... h. 52.
[21]Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir dari klasik hingga modern,...h. 160-161.
[22]Mana’ al-Katan, Mubahasah fi ‘ulumul Qur’an, (Maktabah al-Ma’arif li an-nasiir wa at-tawazik, Tt), h. 397.
[23]Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an,... 75.
[24]Ibid.,
[25]Ibid.,
[26]Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir dari klasik hingga modern,...h. 153.
[27]Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,... h. 55-56.
[28] Abu qosim mahmud, al-kasyaf ‘an haqa-iq ghawamid at-tanzil juz 1, (Beirut: Darul Kitab al-‘araby, 1407 H), h. 180.

0 komentar:

Posting Komentar

Contact

Contact Person

Untuk saling berbagi dan sharing, mari silaturrahmi!

Address:

Mojo-Kediri-Jawa Timur (64162)

Work Time:

24 Hours

Phone:

085735320773

Diberdayakan oleh Blogger.